PDI Perjuangan (PDIP) telah resmi memecat Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), putranya Gibran Rakabuming Raka, serta menantunya Bobby Nasution pada hari ini, Senin (16/12/2024).
Artinya kini Jokowi, Gibran dan Bobby sudah tidak lagi menjadi kader PDIP.
Surat pemecatan ini dibacakan langsung oleh Ketua DPP PDIP bidang Kehormatan Partai Komarudin Watubun melalui video yang diterima Tribunnews, pada Senin (16/12/2024).
Merdeka! Saya Komarudin Watubun, Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan. Bersama ini, tanggal 16 Desember 2024, saya mendapat perintah langsung dari Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk mengumumkan secara resmi sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai, di depan seluruh jajaran Ketua DPD Partai se-Indonesia."
"DPP Partai akan mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap Saudara Joko Widodo, Saudara Gibran Rakabuming Raka, dan Saudara Bobby Nasution, serta 27 anggota lain yang kena pemecatan. Adapun surat SK, saya baca sebagai berikut," kata Komarudin.
Dengan adanya pemecatan ini, Komarudin menegaskan bahwa Jokowi, Gibran dan Bobby dilarang untuk berkegiatan, menjabat mengatasnamakan PDIP.
"Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya."
"Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2024, Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ditandatangani, Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto ditandatangani," tegas Komarudin.
Lantas apa yang menjadi alasan PDIP memutuskan memecat Jokowi, Gibran dan Bobby?
Alasan Pemecatan Jokowi
Diketahui pemecatan Jokowi dari PDIP ini tertulis dalam surat keputusan nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 yang dikeluarkan pada 4 Desember 2024.
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa Jokowi telah melanggar anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
Serta melanggar kode etik dan disiplin partai.
Di antaranya yakni dengan melawan secara terang-terangan keputusan PDIP untuk mendukung calon presiden dan wakil presiden pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung oleh PDIP pada Pemilu 2024.
Tindakan dan perbuatan Saudara Joko Widodo, selaku kader PDIP yang ditugaskan oleh partai sebagai Presiden Republik Indonesia masa bakti 2014-2019 dan 2019-2024, telah melanggar AD/ART partai tahun 2019 serta kode etik dan disiplin partai."
Dengan melawan terang-terangan terhadap keputusan DPP Partai terkait dukungan calon presiden dan wakil presiden pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung oleh PDIP pada Pemilu 2024," bunyi surat keputusan tersebut, dilansir Kompas.com.
Tak hanya itu, Jokowi juga dinilai mendukung calon presiden dan wakil presiden dari partai lain yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju.
PDIP juga menilai Jokowi telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK).
Serta telah menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi yang menjadi awal rusaknya sistem demokrasi, sistem hukum, dan sistem moral-etika kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan pelanggaran etik dan disiplin partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat," tegas PDI-P.
Alasan Pemecatan Gibran
Pemecatan Gibran Rakabuming Raka tertulis dalam surat keputusan nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024.
Alasan PDIP memecat Gibran karena adanya pelanggaran AD/ART partai.
PDIP menilai Gibran yang sebelumnya masih menjabat sebagai Wali Kota Solo seharusnya mendukung pasangan calon presiden Ganjar Pranowo dan calon wakil presiden Mahfud MD dalam Pemilu 2024.
Namun nyatanya Gibran tak memenuhi perintah PDIP tersebut.
Bahwa sesungguhnya sikap, tindakan, dan perbuatan Saudara Gibran Rakabuming Raka selaku kader PDIP yang ditugaskan oleh partai sebagai Wali Kota Surakarta telah melanggar AD/ART partai tahun 2019."
Serta kode etik dan disiplin partai dengan tidak mematuhi keputusan DPP partai terkait dukungan capres dan cawapres pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung oleh PDIP pada Pemilu 2024," bunyi surat pemecatan Gibran.
Selanjutnya Gibran juga mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden dari partai politik lain, yaitu Koalisi Indonesia Maju.
Atas hal itu, PDIP menilai pencalonan Gibran sebagai hasil dari intervensi kekuasaan.
"Dengan mencalonkan diri sebagai cawapres dari partai politik lain (Koalisi Indonesia Maju) hasil intervensi kekuasaan terhadap Mahkamah Konstitusi merupakan pelanggaran kode etik dan disiplin partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat," tegas PDIP.